TEORI HUMANISTIK
1.1 Pengertian Teori Belajar Humanistik
Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar
dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan
utama para pendidik adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan dirinya,
yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri
sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang
ada dalam diri mereka.
Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus
berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat
menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih
banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang
paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam
bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa
yang bisa kita amati dalam dunia keseharian.. Teori apapun dapat dimanfaatkan
asal tujuan untuk “memanusiakan manusia” (mencapai aktualisasi diri dan
sebagainya) dapat tercapai.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap
berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Peserta
didik dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai
aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami
perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang
pengamatnya. (Uno, 2006: 13)
Selanjutnya Gagne dan Briggs mengatakan bahwa pendekatan humanistik adalah
pengembangan nilai-nilai dan sikap pribadi yang dikehendaki secara sosial dan
pemerolehan pengetahuan yang luas tentang sejarah, sastra, dan pengolahan
strategi berpikir produktif Pendekatan sistem bisa dapat di lakukan sehingga
para peserta didik dapat memilih suatu rencana pelajaran agar mereka dapat
mencurahkan waktu mereka bagi bermacam-macam tujuan belajar atau sejumlah
pelajaran yang akan dipelajari atau jenis-jenis pemecahan masalah dan
aktifitas-aktifitas kreatif yang mungkin dilakukan.pembatasan praktis dalam
pemilihan hal-hal itu mungkin di tentukan oleh keterbatasan bahan-bahan
pelajaran dan keadaan tetapi dalam pendekatan sistem itu sendiri tidak ada yang
membatasi keanekaragaman pendidikan ini. (Uno, 2006: 13).
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si peserta
didik untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk
mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam
mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Jadi, teori belajar humanistik adalah suatu teori
dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana memanusiakan manusia serta
peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya.
1.2 Tokoh Teori Humanistik
1. Carl Rogers
Carl R. Rogers dalam Hadis (2006: 71) kurang menaruh
perhatian kepada mekanisme proses belajar. Belajar dipandang sebagai fungsi
keseluruhan pribadi. Mereka berpendapat bahwa belajar yang sebenarnya tidak
dapat berlangsung bila tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional
peserta didik. Oleh karena itu, menurut teori belajar humanisme bahwa motifasi
belajar harus bersumber pada diri peserta didik.
Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1) belajar
yang bermakna dan (2) belajar yang tidak bermakna. Belajar yang bermakna
terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan
peserta didik, dan belajar yang tidak bermakna terjadi jika dalam proses
pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek
perasaan peserta didik.
Bagaimana proses belajar dapat terjadi menurut teori
belajar humanisme?. Orang belajar karena ingin mengetahui dunianya. Individu
memilih sesuatu untuk dipelajari, mengusahakan proses belajar dengan caranya
sendiri, dan menilainya sendiri tentang apakah proses belajarnya berhasil.
Menurut Roger, peranan guru dalam kegiatan belajar
peserta didik menurut pandangan teori humanisme adalah sebagai fasilitator yang
berperan aktif dalam : (1) membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif agar
peserta didik bersikap positif terhadap belajar, (2) membantu peserta didik untuk
memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan kebebasan kepada peserta didik
untuk belajar, (3) membantu peserta didik untuk memanfaatkan dorongan dan
cita-cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar, (4) menyediakan berbagai
sumber belajar kepada peserta didik, dan (5) menerima pertanyaan dan pendapat,
serta perasaan dari berbagai peserta didik sebagaimana adanya. (Hadis, 2006:
72)
2. Arthur Combs
Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu.
Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan
kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh
tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan
penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain
hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan
memberikan kepuasan baginya. Untuk itu guru harus memahami perilaku peserta
didik dengan mencoba memahami dunia persepsi peserta didik tersebut sehingga
apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau
pandangan peserta didik yang ada.
Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain.
Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa
peserta didik mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan
sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu.
Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si peserta didik untuk memperoleh
arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan
kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi diri dalam dunia
seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada
satu.. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan
besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari
persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal
yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
1.3 Prinsip-prinsip Teori Belajar Humanistik
Pendekatan humanistik menganggap peserta didik sebagai
a whole person atau orang sebagai suatu kesatuan. Dengan kata lain,
pembelajaran tidak hanya mengajarkan materi atau bahan ajar yang menjadi
sasaran, tetapi juga membantu peserta didik mengembangkan diri mereka sebagai
manusia.
Keyakinan tersebut telah mengarahkan munculnya
sejumlah teknik dan metodologi pembelajaran yang menekankan aspek humanistik
pembelajaran. (Alwasilah, 1996: 23) Dalam metodologi semacam itu, pengalaman
peserta didik adalah yang terpenting dan perkembangan kepribadian mereka serta
penumbuhan perasaan positif dianggap penting dalam pembelajaran mereka.
Pendekatan humanistik mengutamakan peranan peserta didik dan berorientasi pada
kebutuhan. Menurut pendekatan ini, materi atau bahan ajar harus dilihat sebagai
suatu totalitas yang melibatkan orang secara utuh, bukan sekedar sebagai
sesuatu yang intelektual semata-mata. Seperti halnya guru, peserta didik adalah
manusia yang mempunyai kebutuhan emosional, spritual, maupun intelektual.
Peserta didik hendaknya dapat membantu dirinya dalam proses belajar mengajar.
Peserta didik bukan sekedar penerima ilmu yang pasif. (Purwo, 1989: 212)
Beberapa prinsip Teori belajar Humanistik:
1. Manusia mempunyai belajar alami
2. Belajar signifikan terjadi
apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai relevansi dengan maksud
tertentu
3. Belajar yang menyangkut perubahan
di dalam persepsi mengenai dirinya.
4. Tugas belajar yang mengancam diri
ialah lebih mudah dirasarkan bila ancaman itu kecil
5. Bila bancaman itu rendah terdapat
pangalaman peserta didik dalam memperoleh cara.
6. Belajar yang bermakna diperolaeh
jika peserta didik melakukannya
7. Belajar lancer jika peserta didik
dilibatkan dalam proses belajar
8. Belajar yang melibatkan peserta
didik seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam
9. Kepercayaan pada diri pada
peserta didik ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri
10. Belajar sosial adalah belajar mengenai
proses belajar.
Roger sebagai ahli dari teori belajar humanisme
mengemukakan beberapa prinsip belajar yang penting yaitu: (1). Manusia itu
memiliki keinginan alamiah untuk belajar, memiliki rasa ingin tahu alamiah
terhadap dunianya, dan keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi dan
asimilasi pengalaman baru, (2). Belajar akan cepat dan lebih bermakna bila
bahan yang dipelajari relevan dengan kebutuhan peserta didik, (3) belajar dapat
di tingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar, (4) belajar secara partisipasif
jauh lebih efektif dari pada belajar secara pasif dan orang belajar lebih
banyak bila belajar atas pengarahan diri sendiri, (5) belajar atas prakarsa
sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran maupun perasaan akan lebih
baik dan tahan lama, dan (6) kebebasan, kreatifitas, dan kepercayaan diri dalam
belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri orang lain tidak begitu
penting. (Dakir, 1993: 64)
1.4 Aplikasi Teori Belajar Humanistik
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau
spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan.
Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para
peserta didik sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna
belajar dalam kehidupan peserta didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar
kepada peserta didik dan mendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan
pembelajaran. (Sumanto, 1998: 235)
Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (student
center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan
peserta didik memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara
positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya
daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2. Mengusahakan partisipasi aktif peserta
didik melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.
3. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan
kesanggupan peserta didik untuk belajar atas inisiatif sendiri
4. Mendorong peserta didik untuk peka berpikir
kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
5. Peserta didik di dorong untuk bebas
mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang
diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan.
6. Guru menerima peserta didik apa adanya,
berusaha memahami jalan pikiran peserta didik, tidak menilai secara normatif
tetapi mendorong peserta didik untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan
atau proses belajarnya.
7. Memberikan kesempatan murid untuk
maju sesuai dengan kecepatannya
8. Evaluasi diberikan secara individual
berdasarkan perolehan prestasi peserta didik. (Mulyati, 2005: 182)
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini tepat
untuk diterapkan. Keberhasilan aplikasi ini adalah peserta didik merasa senang
bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir,
perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Peserta didik diharapkan menjadi
manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur
pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain
atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.
1.5 Implikasi Teori Belajar Humanistik
Penerapan teori humanistik lebih menunjuk pada ruh
atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang
diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator
bagi para peserta didik sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai
makna belajar dalam kehidupan peserta didik. Guru memfasilitasi pengalaman
belajar kepada peserta didik dan mendampingi peserta didik untuk memperoleh
tujuan pembelajaran.
Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (stundent
center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan
peserta didik memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara
positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru
sebagai fasilitator. Berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan
belajar dan berbagai kualitas fasilitator, yaitu:
1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian
kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan
memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan
kelompok yang bersifat umum.
3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing
peserta didik untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya,
sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna
tadi.
4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan
sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para
peserta didik untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu
sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di
dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan
sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik
bagi individual ataupun bagi kelompok
7. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap,
fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang peserta didik
yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan
pendangannya sebagai seorang individu, seperti peserta didik yang lain.
8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam
kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak
memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan
atau ditolak oleh peserta didik
9. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan
yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
10. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator,
pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima
keterbatasan-keterbatasannya sendiri. (Dakir, 1993: 65).
Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
1. Merespon perasaan peserta didik
2. Menggunakan ide-ide peserta didik untuk
melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3. Berdialog dan berdiskusi dengan peserta
didik
4. Menghargai peserta didik
5. Kesesuaian antara perilaku dan
perbuatan
6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir peserta didik
(penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari peserta didik)
7. Tersenyum pada peserta didik. (Syaodih, 2007:
152)
Guru-guru cenderung berpendapat bahwa pendidikan
adalah pewaris kebudayaan, pertanggungan jawaban sosial dan bahan pembelajaran
yang khusus, mereka percaya bahwa masalah ini tidak dapat di serahkan begitu
saja kepada peserta didik.
Sumber:
Dakir, Dasar-dasar Psikologi.
Jakarta: Pustaka Pelajar, 1993.
Darsono, Max. Belajar dan
Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press. 2001.
F., Azies dan A. Chaedar Alwasilah, Pengajaran
Bahasa Komunikatif; Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1996.
Hadis, Abdul. Psikologi Dalam
Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2006.
Mulyati, Psikologi Belajar. Yogyakarta:
CV. Andi Offset. 2005.
Purwo, Bambang Kaswanti. (ed.).PELLBA
2: Pertemuan Linguistik Lembaga Bahasa Atma Jaya. Jakarta: Lembaga Bahasa
Unika Atma Jaya. 1989.
Soemanto, Wasty. Psikologi
Pendidikan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998.
Sukmadinata, dan Nana Syaodih.
Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Cet. IV, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2007.
Uno, Hamzah
B. Orientasi Baru Dalam Psikologi Perkembangan. Jakarta: Bumi
aksara, 2006.
No comments:
Post a Comment