14 May, 2015

TEORI BEHAVIORISTIK



TEORI BEHAVIORISTIK
1.1 Pengertian Belajar Menurut Behaviorisme
Menurut teori behaviorisme, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah  belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Misalnya, seorang guru mengajari siswanya membaca,  dalam proses pembelajaran guru dan siswa benar-benar dalam situasi belajar yang diinginkan, walaupun pada akhirnya hasil yang dicapai belum maksimal. Namun, jika terjadi perubahan terhadap siswa yang awalnya tidak bisa membaca menjadi membaca tetapi masih terbata-bata, maka perubahan inilah yang dimaksud dengan belajar. Contoh lain misalnya, anak belum dapat berhitung perkalian. Walaupun ia sudah berusaha giat, dan gurunyapun sudah mengajarkannya dengan tekun, namun jika anak tersebut belum dapat mempraktekkan perhitungan perkalian, maka ia belum dianggap belajar. Karena ia belum dapat menunjukkan prilaku sebagai hasil belajar.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Dalam contoh di atas, stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja atau cara-cara tertentu, untuk membantu belajar siswa, sedangkan respons adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Dalam teori ini tingkah laku dalam belajar akan berubah apabila ada stimulus dan respons. Stimulus dapat berupa perlakuan yang diberikan kepada siswa, sedangkan respons berupa tingkah laku yang terjadi pada siswa.
Menurut teori behaviorisme, apa yang terjadi diantara stimulus dan respons dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respons. Oleh karena itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus), dan apa saja yang dihasilkan siswa (respons), semuanya harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavior adalah faktor pengutan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon bila pengutan ditambahkan maka respon semakin kuat. Begitu juga bila pengutan dikurangi responpun akan tetap dikuatkan. Misalnya, ketika peserta didik diberi tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan maka ia akan semakin giat belajarnya. Maka penambahan tugas tersebut merupakan penguat positif (positive reinforcement) dalam brlajar. Bila tugas-tugas dikurangi dan pengurangan itu justru meningkatkan aktifitas belajarnya, maka pengurangan tugas merupakan penguatan negatif (negative reinforcement) dalam belajar. Jadi penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan  atau dikurangi untuk memungkinkan terjadinya respon.

1.2 Tokoh-tokoh Behaviorisme
Tokoh aliran behaviorisme diantaranya adalah Ivan Petrovich Pavlov, Thorndike, Waston, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skiner.
a.      Ivan Petrovich Pavlov
Ø  Belajar adalah membentuk asosiasi antara stimulus respon secara selektif.
Ø  Proses belajar akan berlangsung apabila diberi stimulus bersyarat.
Ø  Prinsip belajar pada dasarnya merupakan untaian stimulus-respon.
Ø  Menyangkal adanya kemampuan bawaan.
Ø  Adanya clasical conditioning.
Woolfolk dalam Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni (2007), menyatakan sebagai berikut:
§  Memberikan suasana yang menyenangkan ketika memberikan tugas-tugas belajar, misalnya menekankan kepada kerja sama, dan kompitisi antar kelompok individu. Membuat kegiatan membaca menjadi menyenangkan dengan menciptakan ruang baca yang nyaman dan enak serta menarik dan lain sebagainya.
§  Membantu siswa mengatasi secara bebas dan sukses situasi-situasi yang mencemaskan atau menekan, misalnya: mendorong siswa yang pemalu untuk mengajarkan siswa lain cara memahami materi pelajaran, membuat tahap jangka pendek untuk mencapai tujuan jangka panjang, misalnya dengan memberikan tes harian, mingguan, agar siswa dapat menyimpan apa yang dipelajari dengan baik.
§  Membantu siswa untuk mengenal perbedaan dan persamaan terhadap situasi-situasi sehingga mereka dapat membedakan dan menggeneralisasikan secara tepat. Misalnya, meyakinkan siswa yang cemas ketika menghadapi ujian masuk sekolah yang lebih tinggi tingkatannya atau perguruan tiggi, bahwa tes tersebut sama dengan tes-tes akademik lainnya yang pernah mereka lakukan.
b.      Edward LeeThorndike
Edward Lee Thorndike adalah seorang pendidik dan sekaligus psikolog berkebangsaan Amerika. Edward awalnya melakukan penelitian tentang prilaku binatang sebelum tertarik pada psikologi manusia. Dan pertama kali mengadakan eksperimen hubungan stimulus dan respon dengan hewan kucing melalui prosedur yang sistematis.
c.       Burrhus Frederic Skinner
Skinner merupakan seorang tokoh behavioris yang meyakini bahwa perilaku individu dikontrol melalui proses operant conditioning dimana seseorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan yang relatif besar.
Menagement kelas menurut skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yang tidak tepat. Operant Conditioningadalah suatu proses perilaku operant (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Teori belajar behaviorisme ini telah lama dianut oleh para guru dan pendidik, namun dari semua pendukuung teori ini, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar Behaviorisme. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat  merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh skinner.
Menurut skinner – berdasarkan percobaanya terhadap tikus dan burung merpati – unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah penguatan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguatan ( penguatan positif dan penguatan negatif).
Bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Sedangkan bentuk penguatan negatif adalah antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan, atau menunjukkan perilaku tidak senang.
Skinner tidak sependapat pada asumsi yang dikemukakan Guthrie bahwa hukuman memegang peranan penting dalam proses pelajar. Hal tersebut dikarenakan menurut skinner :
Ø  Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara.
Ø  Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
Ø  Hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar  ia terbebas dari hukuman.
Ø  Hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang     kadangkala lebih buruk dari pada kesalahan pertama yang diperbuatnya.
            Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang akan muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seseorang siswa perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika siswa tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukumannya harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu yang tidak mengenakkan siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahnnya, maka inilah yang disebut penganut negatif. Lawan dari penganut negatif adalah penguat positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah bahwa penguat positif itu ditambah, sedangkan penganut negatif adalah dikurangi untuk memperkuat respon.

d.      Edwin Ray Guthrie
Edwin Ray Guthrie adalah seorang penemu teori kontinguiti yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama. Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan hanya sekedar melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru.
Teori guthrie ini mengatakan bahwa hubungan stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karenanya dalam kegiatan belajar, peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stumulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa  hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Salah asatu eksperimen Guthrie untuk mendukung teori kontiguitas adalah percobaannya terhadap kucing yang dimasukkan ke dalam kotak puzle. Kemudian kucing tersebut berusaha keluar. Kotak dilengkapai dengan alat yang bila disentuh dapat membuka kotak puzle tersebut. Selain itu, kotak tersebut juga dilengkapi dengan alat yang dapat merekam gerakan-gerakan kucing di dalam kotak. Alat tersebut menunjukkan bahwa kucing telah belajar mengulang gerakan-gerakan sama yang diasosiasikan dengan gerakan-gerakan sebelumnya ketika dia dapat keluar dari kotak tersebut. Dari hasil eksperimen tersebut, muncul beberapa prinsip dalam teori kontiguitas, yaitu:
·         Agar terjadi pembiasaan, maka organisme selalu merespon atau melakukan sesuatu.
·         Pada saat belajar melibatkan pembiasaan terhadap gerakan-gerakan tertentu, oleh karena itu intruksi yang diberikan harus spesifik.
·         Keterbukaan terhadap berbagai stimulus yang ada merupakan keinginan untuk menghasilkan  respon secara umum.
·         Respon terakhir dalam belajar harus benar ketika itu menjadi sesuatu yang akan diasosiasikan.
·         Asosiasi akan menjadi lebih kuat karena ada pengulangan.

e.       Jhon Broadus Waston
Waston adalah seorang tokoh aliran behaviorisme  yang datang setelah Thorndike. Menurutnya, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respo yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Dengan kata lain, walupun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam benak siswa itu penting. Namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat diamati.
Waston adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh dapat diamati dan diukur. Asumsinya bahwa, hanya dengan cara demikianlah maka akan dapat diramalkan perubahan-perubahan apa yang bakal terjadi setelah seseorang melakukan tindakan belajar. Para tokoh aliran behaviorisme cenderung untuk tidak memperhatikan hal-hal yang tidak dapat diukur dan tidak dapat diamati, seperti perubahan-perubahan mental yang terjadi ketika belajar, walaupun demikian mereka tetap mengakui hal itu penting.

f.       Clark Hull
Hull berpendirian bahwa tinkah laku itu berfungsi menjaga agar oranisasi tetap bertahan hidup. Konsep sentral dalam teorinya berkisar pada kebutuhan biologis dan pemuas kebutuhan, hal yang penting bagi kelangsungan hidup. Oleh Hull, kebutuhan ddikonsepkan sebagai dorongan (drive) seperti lapar, haus, tidur, hilangnya rasa nyeri, dan sebagainya. Stimulus yang disebut stimulus dorongan dikaitkan dengan dorongan primer dan karena itu mendorong timbulnya tigkah laku. Sebagai contoh, stimulus yang dikaitkan dengan rasa nyeri, seperti bunyi alat pengebor gigi, dapat menimbulkan rasa takut, dan takut itu mendorong timbulnya tingkah laku.
Teori Hull ini, memiliki beberapa prinsip, yaitu:
·         Dorongan merupakan hal yang penting agar terjadi respon (siswa harus memiliki keinginan untuk belajar).
·         Stimulus dan respon harus dapat diketahui oleh organisme agar pembiasaan dapat terjadi (siswa harus mempunyai perhatian).
·         Respon harus dibuat agar terjadi pembiasaan (siswa harus aktif).
·         Pembiasaan hanya terjadi jika reinforcement dapat melalui kebutuhan (belajar harus dapat memenuhi keinginan siswa).

Secara ringkas teori behaviorisme yang dikemukakan oleh para ahli di atas dapat disempulkan bahwa:
a.       Belajar adalah perubahan tingkah laku.
b.      Tingkah laku tersebut harus dapat diamati.
c.       Mengikuti pentingnya masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon.
d.      Fungsi mind atau fikiran adalah untuk menciplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berfikir yang dapat dianalisis dan dipilah.
e.        Pembiasaan dan latihan menjadi esensial dalam belajar.
f.       Apa yang terjadi antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati.
g.      Yang dapat diamati hanyalah stimulus respon.
h.      Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahauan dikatagorikan sebagai kegagalan yang perlu dihukum.
i.        Aplikasi teori ini menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis atau tes. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran dan evalusi menekan pada hasil, dan evaluasi menuntut jawaban yang benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan belajaranya.
j.        Proses belajar sangat bergantung kepada faktor yang berada di luar dirinya, sehingga ia memerlukan stimulus dari pengajarnya.
k.      Hasil belajar banyak ditentukan oleh proses peniruan, pengulanagn dan pengutan (reinforcement).
l.        Belajar harus melalui tahap-tahap tertentu, sedikit demi sedikit, yang mudah mendahului yang lebih sulit.
C.    Kelebihan dan Kekurangan dalam Teori Pembelajaran Behaviorisme
a.    Kelebihan
 Dalam teknik pembelajaran yang merujuk ke teori behaviourisme terdapat beberapa kelebihan di antaranya :
·         Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi   belajar.
·         Metode behavioristik ini sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang menbutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleksi, daya tahan, dan sebagainya.
·         Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar  mandiri. Jika menemukan kesulitan baru ditanyakan kepada guru yang bersangkutan.
·         Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa , suka mengulangi dan harus dibiasakan , suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
b.   kekurangan.
·         Memandang belajar sebagai kegiatan yang dialami langsung, padahal belajar adalah kegiatan yang ada dalam sistem syaraf manusia yang tidak terlihat kecuali melalu gejalanya.
·         Proses belajar dipandang bersifat otomatis-mekanis sehingga terkesan seperti mesin atau robot, padahal manusia mempunyai kemampuan self control yang bersifat kognitif, sehingga, dengan kemampuan ini, manusia mampu menolak kebiasaan yang tidak sesuai dengan dirinya.
·          Proses belajar manusia yang dianalogikan dengan hewan sangat sulit diterima, mengingat ada perbedaan yang cukup mencolok antara hewan dan manusia.

sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik di akses pada tanggal 10 mei 2015 jam 12:35
DR. C. Asri Budiningsih, 2004. Belajar dan Pembelajaran. Penerbit Rinika Cipta, Yogyakarta.
Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran: Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfabeta.

No comments:

Post a Comment