01 November, 2015

REFORMASI PROTESTAN







MAKALAH

REFORMASI PROTESTAN

(Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Eropa)

Dosen Pengampu Mata Kuliah :
Sri Handayani

Disusun oleh : Kelompok 3
Albar Imam Aziz                (140210302071)
Anita Fitriawati                   (140210302073)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015





DAFTAR ISI




1.1 LATAR BELAKANG


Istilah Reformasi pada hakikatnya dikumandangkan oleh orang-orang protestan yang menentang terhadap otoritas Gereja di bawah pimpinan paus di berbagai wilayah Eropa. Pergolakan agama pada Abad XVI mendorong timbulnya Lutheranisme, Calvinisme, Anglikanisme, dan sekte radikal, merupakan gerakan  pembaharuan di seluruh Eropa menentang Gereja Katolik dan menghendaki kemurnian agama Nasrani. Berbicara dan membahas mengenai masalah latar belakang Reformasi, pada hakikatnya bersumber pada otoritas gereja yang sejak Abad X, telah memperoleh atau mendapat kritik masyarakat mengenai penyalahgunaan otoritas dan mengatur keagamaan. Kaum humanis mengingatkan melalui kritinya, bahwa Gereja dianggap gagal dalam mengajarkan agama, berdo’a, dan tidak mencermikan pejabat-pejabat Gereja sebagai pengembang agama. Kaum humanis, seperti Erasmus, mengajarkan agar para pejabat Gereja melakukan
Reformasi dalam tubuh Gereja. Penyalahgunaan otoritas agama oleh pemimpin Gereja yang berlangsung selama beberapa abad itu, mendorong terjadinya kemerosotan otoritasnya. Sekalipun Reformasi itu menyangkut masalah Gereja, namun terdapat berbagai faktor yang mendorong lahirnya Reformasi. Munculnya Reformasi Protestan membawa pengaruh besar terhadap  pembaharuan religius pada Negara– Negara di Eropa, khususnya di Inggris, Perancis, Jerman dimana penyebaran Protestanisme menyebar dengan cepat. Oleh karena itu  penulis memilih judul Makalah Reformasi Protestan.


Ø  Banyaknya penyimpangan keagamaan diantaranya yaitu:
Dilakukannya penyogokan oleh pemuka agama kepada petinggi gereja agar mereka memperoleh kedudukan sosial keagamaaan yang tinggi.
Paus sebagai bapak suci berperilaku amoral yang menyangkut hubungannya dengan wanita seperti Alexander VI yang memiliki 8 anak haram dari hasil hubungannya dengan wanita simapannya.
Penjualan surat-surat pengampunan dosa (indulgencies).
Adanya penyimpangan terhadap acara sakramen suci atau ritus pemujaaan terhadap benda-benda keramat atau tokoh-tokoh suci yang nantinya akan menimbulkan takhayul dan mitologisasi yang tidak masuk akal, seperti para pastor yang semata-mata merupakan manusia yang memiliki sifat yang sama dengan yang lainnya menganggap dirinya keramat.
Ø  Korupsi atas nama negara
Ø  Pajak-pajak yang memberatkan karena ambisi kekuasaan kaum bangsawan local
Ø   Kebangkitan nasionalisme di Eropa
Ø   Perkembangan kapitalisme dan krisis-krisis ekonomi dikawasan imperium Roma.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.      Apakah Reformasi Protestan itu?
2.      Bagaimana latar belakang yang menyebabkan terjadinya Reformasi Protestan?
3.      Bagaimana jalannya Reformasi Protestan?

 

1.3 TUJUAN

1.      Untuk mengetahui seperti apa Reformasi Protestan itu
2.      Untuk mengetahui latar belakang yang menjadi penyebab terjadinya Reformasi Protestan
3.      Untuk mengetahui jalannya Reformasi Protestan

1.4 MANFAAT

Dengan mengetahui tentang sejarah terjadinya Reformasi Protestan, pembaca dapat mengambil makna positif dari sejarah tersebut tersebut. Makalah ini juga diharapkan mampu memberi wawasan lebih luas lagi kepada pembaca mengenai peradaban barat klasik.

BAB 2. PEMBAHASAN


2.1 Tokoh Tokoh Reformasi Protestan

 Martin Luther (1483-1546)
Awal gerakan reformasi gereja Protestan terjadi di jerman dengan tokoh utamanya Martin Luther. Mengapa terjadi di Jerman? Menurut Burns dan Ralph dalam Suhelmi, Ahmad 2001:149-150. Ada beberapa faktor yakni: (1) jerman yang sekitar abad XV-XVI masih merupakan negara agraris atau negara yang masih terbelakang jika dibandingkan dengan negara-negara Eropa lainnya. Sektor Industri perdagangan dan manafaktur belum berkembang seperti di Inggris dan Italia. Dan Katolisisme yang konservatif paling kuat ada di Negara ini. Penyembahan terhadap tokoh ataupun benda-benda keramat dianggap kepercayaan yang wajib di yakini. Penjualan surat-surat pengampunan dosa paling banyak dijual di Jerman melebihi negara-negara lainnya di Eropa. (2) rakyat Jerman pada saat itu sebagian besar adalah masyarakat petani yang merupakan kelompok sosial yang paling menderita akibat adanya kekuasaan gereja katolisisme. Pajak-pajak yang memberatkan, urusan kepemilikan tanah yang dipersulit oleh pihak gereja, harta kekayaan yang sering diambil oleh pihak geraja tanpa alasan yang jelas.
Faktor-faktor tersebut belum berdampak serius untuk munculnya gerakan reformasi, tetapi faktor fundamental yang memicu munculnya gerakan reformasi adalah pada saat itu jerman berada dalam fase transisi ekonomi, dimna jerman sedang berusaha berpindahdari masyarakat Feodal ke masyarakat ekonomi frofit (menuju masyarkat kapitalis). Fase transisi ini , sebagaimana di negara-negara lain, merupakan fase kritis dan rawan. Gerakan-gerakan sosial, keagamaan atau pun politik akan mudah terjadi hanya karena dimu,ai oleh kerusuhan-kerusuhan kecil.
Dalam keadaan seperti itu, munculah sosok Martin Luther yang mempelopori keharusan adanya pembaharuan keagamaan. Ia mencetuskan gerakan Reformasi Protestan di Jerman dengan melakukan berbagai protes sosial-keagamaaan kepada kekuasaan Paus. Melihat berbaga penyimpangan keagaman di Negerinya (Jerman) ia bergerak untuk memprotesnya. Puncaknya ketika Paus menjual susrat-surat pengampunan dosa di luar batas.
Gerakan Reformasi Luther dimulai ketika ai membacakan 99 pernyataan protes terhadap gereja dan lembaga kepeusan yang menjual surat-surat pengampunan dosa itu. Martin Luther menilai penjualan surat-surat itu bertentangan dengan ajaran Yesus Kristus. Pembelia surat-surat itu tidak boleh dipaksakan, harus didasarkan atas kesukarelaan. Berbuat kebajikan seperti memberi makan fakir miskin dan meminjamkan uang kepada yang membutuhkan jauh lebih utama dari membeli surat-surat pengampunan dosa. Gereja atau pemuka agama tidak memiliki hak memberikan pengampunan dosa. Hanya Tuhan, atas dasar kepercayaan dan amal soleh individu, yang berhak memberikan pengampunan dosa. Inilah yang dinamakan doktrin Justification by Faith.
Atas dasar keyakinannya pula Martin Luther menentang doktrin sakramen suci gereja, pastor sebgai mediator antara manusia dengan Tuhan, penyembahan benda dan tokoh keramat, karena menimbulkan kepercayaan-kepercayaan yang tidak logis. Ia beranggapan bahwa, sakramen hanyalah berguna untuk membantu keimanan tetapi sama sekali bukan alat untuk mencapai rahmat Tuhan dan jalan keselamatan. Mitos keajaiban pastor ditentamgnya karena akan mengakibatkan terjadinya manipulasi dan pembodohan manusia.
Menurut Luther, apabila manusia ingin selamat ia harus melakukan perbuatan-perbuatan baik yang dianjurkan tuhan, banyak bertobat (langsung) kepada tuhan tanpa melalui pelantara pastor. Keselamatan bisa diraih manusia apabila ia bisa mengenyahkan nafsunya, seperti nafsu serakah, nafsu tamak dan mementingkan diri sendiri. Dalam tulisannya, ON Christian Liberty (Suhelmi, Ahmad 2001:151), Luther menegaskan bila seorang memiliki keimana pasti ia akan melakukan perbuatan-perbuatan baik.
Doktrin keimanan dan berbuat baik ini merupakan wacana yang telah mendesakralisasi lembaga imamat. Doktrin-doktrin Martin Luther ini meruntuhkan mitos-mitos kesucian yang berada dibalik kekuasaan gereja dan lembaga-lembaga imamat. Luther beranggapan ia telah melakukan Debunking (meminjam istil;ah peter berger), atau penelanjangan mitos-mitos sosial dan keagamaan yang melekat pada individu atau lembaga, sehingga nampak sosoknya yang asli.
Desakralisasi itu menimbulkan tuntutan agar manusia dianggap sama dihadapan tuhan, sehingga tidaklah ada kelebihan pastor dibandingkan dengan masyarakat biasa melainkan karena amal perbuatannya.dan pengikut Luther pun menolak hirarki kependetaan.
Selain itu, Luther juga menolak tradisi keagamaan yang sudah berlangsung ratusan tahun lamanya, yakni hak istimewa pastor dalam membacakan dan menafsirkan kitab suci. Menurutnya siapa pun pengikut Kristus, bukan hanya kaum pendeta saja, berhak membaca dan menafsirkan Alkitab. Alkitab harus terbuka bagi semua orang agar isi kebenarannya diketahui semua orang, tidak terbatas kaum pendeta saja. Sehingga tidak terjadi monopoli kebenaran oleh segelintir pemuk agama. Dan protes ini berdampak luas, kebenaran agama kemudian menjadi bersifat interpretable dan multi-interpretasi. Pastor dan pemuka agama bukan satu-satunya penafsir kebenaran.
Dan dengan adanya protes tersebut, lebih jauh lagi para pengikut Luther menterjemahkan Alkitab yang tadinya berbahasa Latin menjadi bahasa Jerman, dan mengahpuskan bahasa latin sebagai bahasa Alkitab. Dengan demikian bangsa Jermana akan secara langsung membaca dan menafsirkan Alkitab.
Luther juga telah mengoyahkan sendi-sendi monastisisme katolik yakni dengan menganjurkan perkawinan bagi para pastor. Karena ia menyadari banyaknya tindakan tidak terpuji menyangkut hubungan dengan wanita bagi para pastor. Perkawinan menurutnya bukanlah suatu dosadan merupakan tuntutan biologis yang patut dipenuhi. Dan meneknkan bahwa perkawinan itu penting. Tokoh Reformasi ini juga tidak setuju dengan prinsip monastisisme yang menghendaki pastor hidup terpencil, jauh dari hiruk pikuk demi untuk menyucikan diri. Kehidupan ekslusif seperti itu bukalah cara yang tepat untuk mensucikan diri dan mencari jalan keselamatan. Kemudian Luther menawarkan gagasan worldly ascetism (aksetisme duniawi).
Bukan hanya itu saja, Luther mengkritik dan menentang doktrin politik gereja katolik Roma. Misalnya menentang doktrin kekuasaan universal Paus, menurutnya kekuasaan paus tidak universal karena paus juga harus mengakui kekuasan para pangeran atau penguasa sekuler suatu negra memiliki prinsip-prinsip kenegaraan yang berdasarkan nasionalisme. Ia juga menuntut dibedakannya otoritas politik dan otoritas agama, paus dituntut agar mematuhi dan mangakui otoritas politik penguasa negra dan tidak mencampur-adukannya dengan otoritas agama. Karena gagasannya itu, Luther memperoleh dukungan politis dari kalangan penguasa dan bangsawan. Tuntutan-tuntutan Martin Luther ini terdapat dalam 95 dalil Luther yang ia pakukan atau tancapkan di pintu gereja sebagai tanda protesnya.

Johannes calvin (1509-1564)
John Calvin merupakan tokoh penting lainnya dalam gerakan reformasi gereja Protestan. Sebagaimana Luther, Calvin juga telah meletakan dasar-dasar teologis, filosofis dan intelektual yang kokoh bagi keberhasilan gerakan reformasi Protestan di Eropa. Bedanya adalah pemikiran Calvin lebih radikal di bandingkan Luther. Luther dianggap agak konservatif. Calvinisme sangat berpengaruh terhadap perjalanan sejarah Erop modern. Ia merupakan salah satu fondasi doktrinal terpenting kemajuan peradaban kapitalis Eropa di Abad modern.
Tokoh gerakan ini lahir di Noyon, Picardy, Prancis, 1509. Calvin belajar di Universitas Paris dan mendalami kajian hukum di Orlens, tempat dimana ia maat dipengaruhi oleh para pengikut Luther. Kemudian pada tahun 1541 ia mulai aktif sebagai penginjil.
Pemikiran Celvin yang kemudian menjadi basis teologis terpenting Protestantisme adalah adanya gagasan tentang takdir (predestination). Takdir manusia menurut Calvin telah ditentukan oleh Tuhan. Siapa pun tidak bisa mengubahnya, bahkan pastor sekalipun. Manusia yang selamat atau celaka di dunia mana pun di akhirat kelak memang telah ditulis nasibnya demikian. Nasib manusia sepenuhnya ditentukan oleh ibadah dan Tuhan. Ia tidak lebih hanya wayang dalam kehidupannya di dunia ini dan tuhanlah yang menjadi dalangnya.
Doktrin Calvin ini memiliki kesamaan dengan konsep takdir Agustinus yang memiliki dasar bahwa semua manusia berdosa akibat kejatuhan dan dosa adam. Jadi dalam Calvinisme dibenarkan adanya ”dosa warisan”. Menurut doktrin ini semua manusia telah terkutuk semenjak dilahirkan, namun menurutnya manusia bisa selamat seandainya ia memperoleh rahmat Tuhan (Grace of God). Untuk itu manusia dituntut untuk selalu berbuat amal kebajikan, hidup mulia demi keagungan Tuhan.
Manusia juga harus melawan hawa nafsunya, tetapi caranya bukan dengan menjadi biarawan atau biarawati, tetapi ujian keselamatan menurut Calvin selalu ada dalam aktivitas sehari-hari, maka manusia harus selalu dituntut memiliki kemampuan untuk menghadapi ujian hidup setiap saat. Hal ini ia rumuskan dalam ajaran tentang asetisme duniawi (Suhelmi,2001:157-158).
Seperti halnya Luther, Calvin pun anti sakramen suci. Doktrin anti sakramen Calvin menurut Weber dalam Suhelmi,2001:158 lebih jauh memperkuat semangat individualisme. Manusia bisa langsung berhadapan dengan tuhan tanpa pelantaraaan gereja ataupun pemuka agama.
Sehingga dari beberapa ajaran Calvin maupun Luther terdapat beberapa persamaan terutama tentang doktrin asketisme duniawi, anti sakramen suci dan monastisisme. Hal itu menunjukan bahwa pengaruh Luther sangat besar terhadap ajaran Calvin.

2.2 Proses Terjadinya Reformasi

Renaisans telah merevitalisasi kehidupan intelektual eropa dan dalam  perjalananya membuang ke asyikan abad pertengahan dengan teologi. Demikian pula, reformasi menandai permulaan suatu cara pandang religius yang baru. Akan tetapi reformasi protestan, tidak berasal di dalam lingkaran elit sarjana humanistik. Lebih tepatnya, ia di cetuskan oleh Marthin Luther (1483-1546), seorang biarawan Jerman yang dikenal dan teolog yang brilian. Luther memulai suatu pemberontakan melawan otoritas gereja yang kurang dalam satu dasawarsa mencerai beraikan tanpa terpulihkan kesatuan religius dunia Kristen. Dimulai pada 1517, reformasi mendominasi sejarah Eropa selama sebagian besar abad ke enam belas. Gereja Katolik Roma berpusat di Roma adalah suatu lembaga di Eropa yang melampaui batas nasional,geografis ,teknis dan bahasa. Pada abad ke empat  belas,sewaktu para raja meningkatkan kekuasaan mereka dan sewaktu pusat pusat  perkotaan dengan orang awamnya yang canggih semakin banyak jumlahnya, rakyat mulai mempertanyakan otoritas gereja internasional dan kaum pendetanya. Para teoritisi politis menolak klaim paus atas supremasi terhadap para raja.Mereka mengatakan bahwa paus tidak mempunyai otoritas terhadap raja, sehingga Negara tidak membutuhkan bimbingan dari kepausan, dan bahwa kaum pendeta tidak berada di atas hokum sekuler. Selama akhir abad keempat belas, dunia Kristen menyaksikan serangan –  serangan sistematik pertama yang pernah dilancarkan terhadap gereja. Kebobrokan gereja seperti penjualan surat pengampunan dosa, nepotisme ( praktik  pengangkatan kerabat untuk menjadi pejabat), pemilikan tanah oleh keuskupan, dan  pemuasan hawa nafsu
Awal terjadinya reformasi gereja ini muncul atau terjadi di Jerman. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya reformasi gereja di Jerman yaitu, sekitar abad 15-16 Jerman masih merupakan negara agraris yang terbelakang dibandingkan negara-negara Eropa lainnya, kuatnya pengaruh katolisme yang bersifat konservatif di Jerman, banyaknya penjualan surat-surat pengampunan dosa di Jerman melebihi negara-negara Eropa lainnya, sebagian besar rakyat Jerman yang berprofersi sebagai petani yang merupakan kelompok sosial yang paling menderita akibat kekuasaan katolisme salh satunya dengan adanya pajak-pajak yang sangat memberatkan rakyat.
Selain itu juga faktor yang paling mendasari terjadinya reformasi di Jerman adanya fase transisi ekonomi di Jerman dimana pada waktu itu terjadi proses perubahan dari masyarakat feodal menuju masyarakat ekonomi profit atau menuju masyarakat kapitalis. Dari sinilah muncul satu tokoh yaitu Marthin Luther yang dari pemikiran-pemikirannya itu kemudian terlahir sebuah reformasi gereja yang nantnya tidak hanya berkembang di Jerman melainkan meluas ke wilayah-wilayah Eropa lainnya.
Adapun pemikiran-pemikiran dari Marthin Luther dalam melakukan protes terhadap kekuasaan Gereja Khatolik Roma yaitu:
Penolakan Luther terhadap surat-surat pengampunan doa yang dikeluarkan oleh Paus karena menurutnya gereja atau pemuka agama tidak memiliki hak untuk memberikan pengampunan dosa. Tuhan-lah yang memberikan pengampunan itu didasarkan kepada kepercayaan dan amal sholeh individu selama hidup.
Menurut Luther sakramen hanya digunakan untuk membantu keimanan tetapi bukan sama sekali alat untuk mencapai rahmat Tuhan dan jalan keselamatan.

2.3 Faktor Penyebab Reformasi Protestan

            Ada sekurang-kurangnya empat faktor munculnya Reformasi Protestantisme. Alasan-alasan itu sangat kompleks dan oleh karena itu tidak dapat disederhanakan, misalnya hanya menyangkut kebejatan moral kepausan.
            Faktor pertama yang mungkin bagi munculnya Reformasi Pro­testantisme adalah nasionalisme dan bangkitnya negara-negara nasional. Contoh yang paling mencolok adalah benturan frontal yang tidak terelakkan antara Paus Bonifatius VIII dan Raja Philips. Yang dimaksudkan dengan nasionalisme di sini adalah tumbuhnya kesadaran sebagai nasion dari sejumlah bangsa (yang berarti negara-negara) di benua Eropa.
            Faktor kedua yang mungkin adalah ketidakpuasan dan kekacauan di bidang ekonomi. Pada kurun waktu Reformasi, penghuni Eropa berjumlah sekitar 65 hingga 80 juta jiwa. Sistem ekonomi yang berlaku adalah “kapitalisme”. Kelas borjuis, yang sering dianggap sebagai pelaku ekonomi kapitalis, berkembang di kota-kota. Mereka ini tetap memegang peranan ekonomis sejak abad-abad terakhir Zaman Pertengahan. Teknologi baru di bidang pertambangan, perkapalan dan percetakan menyegarkan ekonomi. Tetapi tatanan perekonomian yang demikian menimbulkan sejumlah ketidakpuasan sekaligus kesenjangan dalam masyarakat pada umumnya. Para bangsawan (rendahan) semakin tidak mempunyai tempat dalam masyarakat yang mengalami erosi feodalisme. Sementara itu, kebanyakan orang tetap tinggal buta huruf. Para petani, khususnya di Jerman, adalah kelompok yang diperalat dan yang mencari perbaikan hidup melalui ekonomi uang. Kedua kelompok (bangsawan rendahan dan kaum tani) ini sangat rentan terhadap tendensi revolusioner. Kedua-duanya juga berperan bagi lajunya Reformasi Lutheran dan munculnya tradisi Anabaptis.
            Faktor ketiga yang mungkin adalah kelemahan kepausan. Ada sinyalemen yang memperlihatkan bahwa sejak 1300, suksesi dalam rangka kepausan mencapai ambang kejenuhan. Sejumlah peristiwa membuktikan sinyalemen tersebut, misalnya Masa Kepausan di Avignon, 1305-1377; Skisma Besar Gereja Barat, ketika dalam kurun waktu yang sama Gereja dipimpin oleh 3 (tiga) paus secara serentak, 1378-1417; Konsiliarisme, 1409-1460; Gagasan-gagasan para Reformator yang sangat berjasa, seperti Wycliffe dan Huss; para Paus yang berpola hidup borjuis. Selain itu Kepusan membiarkan lewat begitu saja reformatio in capite et membris (pembaruan dalam diri pimpinan dan anggota Gereja), yang sudah diserukan agar dilaksanakan (seruan Konsili Konstanz, 1414-1417). Lebih buruk lagi adalah kualitas dan moral para prelat dan hierarki dalam tata pemerintahan Kuria Roma, kemewahan dan nepotisme (misalnya beberapa saudara dekat dari paus, kendati masih sangat muda dijadikan kardinal. Paus Sixtus IV mengangkat 6 (enam) saudara dekatnya untuk dijadikan kardinal, di antaranya Kardinal Petrus Riario yang mati karena tidak mengontrol diri dalam makan, minum, dan nafsu syahwatnya. Usianya hanya 28 tahun. Innocentius VIII sebelum dipilih jadi paus sudah mempunyai sejumlah anak haram yang diketahui umum).
            Tentu saja, borok dan kebusukan para pemimpin Gereja tidak dapat disangkal. Situasi semacam ini de facto menyuburkan sikap berontak Irrhadap lembaga Gereja yang dipimpin orang-orang yang tidak becus dan bermoral bejat, dll. Upaya mereformasi Gereja sebenarnya hendak mengangkat pembaruan dalam Gereja yang tidak saja menyangkut adat kebiasaan (luaran), tetapi juga dan terutama dalam dogma serta struktur gerejawi. Bagi Luther, dosa para rohaniwan adalah mengkhianati kebenaran. Singkatnya, Luther tidak menuntut hukuman atas kebejatan moral dan penyalahgunaan, melainkan substansi dan doktrin kepausan yang menurutnya tidak benar.
            Faktor keempat yang mungkin adalah keadaan Gereja Roma yang sangat memprihatinkan. Sejumlah paus yang tidak layak dibanggakan sama sekali, misalnya Alexander VI. Dosa Gereja Roma yang teramat besar adalah kerakusannya. Tidaklah sulit percaya, bahwa orang Jerman berpikir tentang pajak (kepausan) itu diperuntukkan terutama demi memIayani gaya hidup para uskup gerejawi. Selain itu, para imam bawahan berpenghasilan sangat rendah, pendidikan mereka pun ala kadarnya, longgarnya penghayatan selibat, dan praktis mereka ini digolongkan dalam status sosial yang rendah sebagaimana rakyat kebanyakan. Sementara itu, para bangsawan dan pangeran gerejawi tersebut membawahi sejumlah Gereja (dan urusan administrasi keuangan), tetapi mereka ini lebih sering absen. Revitaliasasi hidup membiara merupakan bagian yang signifikan dari Reformasi Katolik.

2.4 Dampak Reformasi Gereja

Dampak dari adanya Gerakan Reformasi Protestan dibawah Luther dan Calvin adalah: pertama, dampak sosial dan politikterhadap Eropa dan negara-negara Barat pada umumnya. Reformasi ini menimbulkan Western Christendom sehingga munculnya negara-negara nasional kecil tanpa memiliki pusat kekuasaan atau gembala politik seperti lembaga Kepausan Roma. Menumbuhkan benih-benih demokratisasi politik, kesadaran individual akan pentingnya hak-hak politik, kebebasan individu. Sehingga menjadi dasar timbulnya gerakan-gerakan demokratisasi yang dan anti kekuasaan totaliter dan keberanian rakyat untuk selalu melakukan kontrol terhadap kekuasaan.
Tetapi dengan adanya gerakan reformasi Protestan ini juga lahirnya kekuasaan absolut di Eropa. Banyaknya pertikaian antara Calvinisme dengan katolik, peperangan saudara dan penghancuran karya-karya seni, patung, lukisan yang berbau katolisisme. Reformasi juga haris bertanggung jawab atas terjadinya pembantaian massal dalam peristiwa berdarah pada malam St. Bartholomeus. Di Belanda pun terjadi pemberontakan petani yang menolak membayar pajak dan akhirnya oleh pangeran Philip mereka semua dibantai. Dan pengikut Protestan dianggap pengkhianat dan selama enam tahun terjadi teror dan pembunuhan terhadap kaum protestan.
Kedua, Reformasi juga mengakibatkan terbelahnya agama Kristen menjadi sekte-sekte kecil; Lutherisme, Calvinisme, Anglicanisme, Quakerisme, Katholikisme. Meskipun ditunjau dari segi doktrin-doktrin fundamentalnya sekte-sekte itu tidak memiliki prinsip yang berbeda, tetapi timbulnya hal tersebut menyebabkan keretakan serius dalam agama kristen. Akibat adanya sekte-sekte ini, Eropa terbelah secara keagamaan; Jerman Utara dan negara-negara Skandinavia (Swedia dan Norwegia), menganut Lutheranisme; Skotlandia, Belanda, Switzerland dan Prancis menganut Calvinisme dan negara-negara Eropa lainnya seperti Spanyol dan Italia menganut katolisisme (Ortodoks).

BAB3. PENUTUP


3.1 Kesimpulan

Pada akhirnya kita dapat kita dapat menarik kesimpulan bahwa Reformasi Agama di Eropa telah membawa perubahan di bidang keduniawaian, namun pada sisi teologis akan tetap menyisakan persoalan. Kedua kekuatan antara Katolik dan Protestan itu masing-masing kukuh pada pendiriannya masing-masing. Pertarungan ini tidak dapat diselesaikan melalui kalim kebenaran, melainkan oleh kekuasaan. Sejarah Barat maupun Timur telah membuktikan bahwa kebenaran yang dipaksakan dari penguasa di dalam bidang agama maupun politik akan cenderung ditolak, dan inilah pengalaman yang dituai oleh Gereja Katolik Roma.

3.2 Saran

Melalui makalah ini diharapkan kita sebagai calon tenaga pendidik dapat menyampaikan materi mengenai Reformasi Protestan yang begitu rumit dapat disampaikan denganlebih rapi,singkat dan menarik.


DAFTAR PUSTAKA


Bauer, Wise Susan. 2010.Sejarah Dunia Kuno: Dari Cerita-Cerita Tertua Sampai Jatuhnya Roma. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Winarni, Retno. 2013. Sejarah Barat I: Dari Zaman Klasik Sampai Abad Pertengahan. Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta.
Sundoro, Mohamad Hadi. 2006. Sejarah Peradaban Barat Klasik. Jember: UPT Penerbitan.
www.biokristi.sabda.org/martin_luther_1483_1546
Pemikiran politik barat, Ahmad Suhelmi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
www.info.indotoplist.com
https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Yunani-Persia [dikutip tanggal 8 September      2015].fkip.sejarah.unej.ac.idfkip.sejarah.unej.ac.id

11 June, 2015

PERMASALAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN



PERMASALAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 


MAKALAH


diajukan guna memenuhi tugas akhir semester untuk mata kuliah belajar dan pembelajaran
Dosen pengajar Dr. Suranto M.Pd.


Oleh

Anita Fitriawati
NIM 140210302073












PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015




KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta  karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Permasalah Belajar Dan Pembelajaran Pada Program Study Pendidikan Sejarah Universitas Jember”
            Makalah ini berisikan tentang informasi tentang “permasalahan yang ada pada program study pendidikan sejarah di universita jember”.Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang permasalahan serta solusi dari permasalahn yang ada. Dalam penyusunan makalah ini, tidak terlepas dari bantuan dan keterlibatan dari berbagi pihak yang telah mendukung dan memberikan bantuan pemikiran. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
            Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan oleh karena itu kritik dan saran dari pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala urusaha kita.Amin.

Jember,10 Juni 2015

penulis.


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................,,,. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB 1. PENDAHULUAN........................................................................... 1
            Latar Belakang................................................................................. 1
            Rumusan Masalah............................................................................ 1
            Tujuan................................................................................................ 2
            Manfaat.............................................................................................. 3
BAB 2. PEMBAHASAN............................................................................... 4
            Solusi masalah................................................................................... 5
            Model pembelajaran......................................................................... 6
Latar Belakang Filosofi dan Psikologis CTL................................. 7
Peran Pendidik dan Peserta Didik dalam CTL......................................... 8
Asas-Asas CTL............................................................................................. 10
Kelemahan dan Kelebihan CTL................................................................. 12
BAB 3. KESIMPULAN............................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 16



BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi yang sangat pesat sangat berpengaruh dalam dunia pendidikan. Dengan berkembangnya teknologi ini mengakibatkan berkembangnya ilmu pengetahuan yang memiliki dampak positif maupun negatif. Perkembangan teknologi ini dimulai dari negara maju, sehingga Indonesia sebagai negara berkembang perlu mensejajarkan diri dengan negara-negara yang sudah maju tersebut.
Pendidikan merupakan proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan dirinya dan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia, sehingga manusia mampu untuk menghadapi setiap perubahan yang terjadi, menuju arah yang lebih baik. Pembelajaran adalah membelajarkan peserta didik menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid (Syaiful Sagala, 2006 : 61).
Dalam pembelajaran sejarah banyak sekali ditemui kendala-kendala. Dalam proses pembelajaran peserta didik terkadang merasa bahwa materi sejarah ini membosankan dan terlalu bayak bacaan yang menurunkan minat membaca peserta didik. Untu meningkatkan pendidikan terutama dalam mata pelajaran sejarah di perlukan adanya metode yang tepat untuk menarik minat peserta didik serta meningkatkan kecerdasan intelektual dari peserta didik. Di pendidikan sejarah Universitas Jember banyak ditemukan bahwa pembelajaran yang di rasa kurang tepat dilakukan agar mahasiswa mampu menguasai materi tetapi dalam kenyataannya tidak mahasiswa merasa keberatan dengan beban yang diberikan oleh dosen tertentu tentang tugas-tugas kuliah.


1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1.      Menganalisis permasalahan pembelajaran di Pendidikan Sejarah Universitas Jember?
2.      Mencari solusi yang tepat untuk memperbaiki pembelajaran yang ada di pendidikan sejarah .
3.      Menentukan metode yang harus di gunakan dalam pembelajaran sejarah?


1.3  Tujuan Makalah

Berdasarkan Rumusan masalah yang ada maka tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah belajar dan pembelajaran dari Dr. Suranto MPd.
2.      Untuk Memaparkan permasalah apa saja yang ada pada pendidikan sejarah.
3.      Menemukan solusi dari permasalah yang ada pada pendidikan sejarah.
4.      Menentukan metode yang tepat dan dapat digunakan dalam pembelajaran di pendidikan sejarah.
1.4  Manfaat Makalah
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini maka dapat diperoleh berbagai manfaat sebagai berikut:
1.      Telah memenuhi tugas akhir semester dalam mata kuliah belajar dan pembelajaran.
2.      Mengetahui permasalah permasalah yang ada didalam pendidikan sejarah di universitas jember.
3.      Mengetahui solusi tentang permasalah yang terjadi di pendidikan sejarah.
4.      Menambah wawasan kita tentang pembelajaran sejarah yang telah berlansung selam bertahun-tahun di pendidikan sejarah universitas jember.
5.      Mengetahui metode yang selayaknya di berlakukan dalam pembelajaran di pendidikan sejarah universitas jember.
6.      Memperbaiki cara belajar peserta didik yang selama ini dirasa kurang efisien dilakukan.
7.      Para dosen dapat mengetahui pembelajaran yang tidak menarik minat peserta didik.



BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Permasalah Pembelajaran Pendidikan Sejarah


            Berdasarkan dari hasil pengamatan yang saya selama menjadi mahasiswa pendidikan sejarah di lingkungan kampus Universitas Jember.  Sebagian dosen mengajar mata kuliah sejarah dapat dinyatakan bahwa kondisi pembelajaran sejarah saat ini adalah sebagai beikut (1) Pembelajaran berpusat pada penguasaan konsep atau hafalan. (2) Pembelajaran yang berlangsung cenderung menbosankan karena terkadang terdapat dosen yang dalam mengajar hanya membaca saja sehingga tidak sedikit mahasiswa yang acuh tak acuh terhadap dosen yang sedang mengajar.(3) Pembelajaran terkadang terlalu ke arah yang jauh sehingga mahasiswa kurang memahami apa yang disampaikan oleh dosen. (4) Materi kuliah yang disajikan kurang menarik minat dari mahasiswa untuk semangat dan aktif dalam kelas.(5) Jumlah dosen sudah berkurang dan mengharuskan mahasiswa melakukan perkuliahan dengan tanpa adanya dosen yang mengawasi sehingga sebagian mahasiswa tidak memperhatikan apa yang di samapaikan oleh mahasiswa lain di depan kelas.(6) Beban tugas setiap minggu yang terlalu padat membuat mahasiswa putus semangat dalam pengerjaan tugastugas yang telah di bebankan. Oleh karena itu perlunya perubahan baik dari mahasiswa sendiri yang memperbaiki cara belajar mereka dan meningkatakan mutu intelektual mereka. Sealain itu dosen sebaiknya juga memperhatikan srategi yang tepat dalam kegiatan belajar mengajar di kelas sehingga mahasiswa tidak tegang atau tidak bermalas malas dengan kata lain tidak memperhatikan dosen. Terdapatnya mata kuliah yang belum saatnya di tempuh sehingga sebagian mahasiswa kurang memahami tentang meteri kuliah yang disampaikan.

Peranan pendidikan di Indonesia menjadi prioritas utama, secara jelas di dalam UUD 1945 pada pasal 31 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah mengusahakan dan penyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang sejarah, sejalan dengan hal tersebut GBHN 1988 dinyatakan peranan pendidikan nasional yang kaitannya dengan sejarah yaitu meningkatkan kualitas manusia Indonesia, bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras. Selain itu yang perlu digaris bawahi adalah bahwa pendidikan nasional harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta tanah air (nasionalisme) dan mempertebal semangat kebangsaan (patriotisme).
Perlu diuraikan kendala-kendala dalam pembelajaran sejarah di pendidikan sejarah Universitas Jember yaitu; (1) Materi masa lampau yang sangat luas meliputi seluruh aspek kehidupan penting manusia di dunia .(2) Media pembelajaran yang kurang tepat.(3) metode pembelajaran cenderung didominasi oleh tugas tugas yang padat (4) ketidak seimbangan antara materi yang disampaikan dengan ketentuan yang ada (6) Mahasiswa kurang berminat membaca buku-buku sejarah (7) Kurang memadainya sumber-sumber tertulis maupun tidak tertulis (8) Banyak peralatan pembelajaran yang rusak dan terkadang tidak dapat berfungsi denagn baik.(9) Jurusan Sejarah adalah jurusan ilmu sosial yang selalu dipandang sebelah mata sebagai mata kuliah yang tidak menarik serta tidak banyak peminatnya di bandingkan dengan jurusan-jurusan yang lain.
2.2 Solusi Permasalahan
Dari fenomena tersebut saya merasakan perlunya di lakukan pembenahan dalam pembelajaran sejarah di Lingkungan Universitas Jember terutama di Program Pendidikan Sejarah karena tujuan pembelajaran sejarah masih belum dapat tercapai secara optimal. Ini karena metode pengajarannya kurang variatif dan menarik. Untuk mengatasi persoalan  itu semua dosen sejarah sudah seharusnya mengubah metode dan teknik penyajian bervariatif yang menumbuhkan minat dan kreatifitas berfikir Mahasiswa yaitu dengan pembelajaran sejarah dengan pendekatan CTL


2.3  Model Pembelajaran CTL

Contextual teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan peserta didik secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong peserta didik untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan nyata.
Penelitian mengenai pengajaran kontekstual kali pertama digulirkan John Dewey (1916). Ketika itu Dewey menyimpulkan bahwa peserta didik akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan terjadi disekelilingnya.
Dalam pembelajaran kontekstual, tugas pendidik adalah membantu peserta didik mencapai tujuannya. Maksudnya, pendidik lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas pendidik mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi peserta didik. Sesuatu yang baru itu didapat dari menemukan sendiri, bukan dari apa kata pendidik.
Ada tiga hal yang harus dipahami dalam pembelajaran CTL. Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan peserta didik untuk menemukan materi.  Kedua, CTL mendorong peserta didik  agar dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata.  Ketiga, CTL mendorong peserta didik untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan.
Terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL:
1.      Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge).
  1. Pembelajaran untuk memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge).
  2. Pemahaman pengetahuan  (understanding knowledge).
  3. Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge).
  4. Melakukan refleksi  (reflecting knowledge).
2.4  Latar Belakang Filosofi dan Psikologis CTL
1.       Latar belakang filosofis
CTL banyak dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme yang mulai digagas oleh Mark Baldwin dan selanjutnya dikembangkan oleh Jean Piaget. Piaget berpendapat, bahwa sejak kecil setiap anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan “skema”. Skema terbentuk karena pengalaman, dan proses penyempurnaan skema itu dinamakan asimilasi dan semakin besar pertumbuhan anak maka skema akan semakin sempurna yang kemudian disebut dengan proses akomodasi.
Pendapat Piaget tentang bagaimana sebenarnya pengetahuan itu terbentuk dalam struktur kognitif anak, sangat berpengaruh terhadap beberapa model pembelajaran, diantaranya model pembelajaran kontekstual. Menurut pembelajaran kontekstual, pengetahuan itu akan bermakna manakala ditemukan dan dibangun sendiri oleh peserta didik.


2.       Latar belakang Psikologis

Dipandang dari sudut psikologis, CTL berpijak pada aliran psikologis kognitif. Menurut aliran ini proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti keterkaitan stimulus dan respon. Belajar melibatkan proses mental yang tidak tampak seperti emosi, minat, motivasi, dan kemampuan atau pengalaman.
Ada beberapa yang perlu dipahami tentang pembelajaran dalam konteks CTL :
a.       Belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses mengkontruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki.
b.      Belajar bukan sekedar mengumpulkan fakta yang lepas-lepas.
c.       Belajar adalah proses pemecahan masalah.
d.      Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang dari yang sederhana menuju yang kompleks.
e.       Belajar pada hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan.
Perbedaan CTL dengan Pembelajaran Konvensional

NO
Perbedaan CTL dengan Pembelajaran Konvensioanal
CTL
Pembelajaran Konvensional
1
Peserta didik sebagai subjek belajar
Peserta didik sebagai objek belajar
2.
Peserta didik belajar melalui kegiatan kelompok
Peserta didik lebih banyak belajar secara individu
3.
Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata
Pembelajaran bersifat teoritis dan abstrak
4
Kemampuan didasarkan atas pengalaman
Kemampuan diperoleh dari latihan-latihan
5
Tujuan akhir kepuasan diri
Tujuan akhir nilai atau angka
6
Perilaku dibangun atas kesadaran
Perilaku dibangun oleh faktor dari luar
7
Pengetahuan yang dimiliki individu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya
Pengetahuan yang dimiliki bersifat absolute dan final, tidak mungkin berkembang.
8
Peserta didik bertanggungjawab dalam memonitor dan mengembangkan pembelajaran
Pendidik penentu jalannya proses pembelajaran
9
Pembelajaran bisa terjadi dimana saja
Pembelajaran terjadi hanya di dalam kelas
10
Keberhasilan pembelajaran dapat diukur dengan berbagai cara
Keberhasilan pembelajaran hanya bisa diukur dengan tes

2.5  Peran Pendidik dan Peserta Didik dalam CTL

Setiap peserta didik mempunyai gaya yang berbeda dalam belajar. Perbedaan yang dimiliki peserta didik tersebut dinamakan sebagai unsur  modalitas belajar. Menurut Bobbi Deporter ada tiga tipe gaya belajar peserta didik, yaitu tive visual, auditorial dan kinestis.
Tipe visual adalah gaya belajar dengan cara melihat, sedang tipe auditorial adalah tipe belajar dengan cara menggunakan alat pendengarannya, dan tipe kinestetis adalah tipe belajar dengan cara bergerak.
Sehubungan dengan hal itu, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap pendidik manakala menggunakan pendekatan CTL :
  1. Peserta didik harus dipandang sebagai individu yang sedang berkembang.
  2. Setiap peserta didik memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan.
  3. Belajar bagi peserta didik adalah proses mencari keterkaitan atau keterhubungan antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui.
  4. Belajar bagi peserta didik adalah proses penyempurnaan skema yang telah ada.


2.6  Asas-Asas CTL

CTL sebagi suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas. Asas-asas ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL.
1.   Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut konstruktivisme,pengalaman itu memang berasal dari luar,akan tetapi dikontruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu, pengalaman terbentuk oleh dua faktor penting yaitu obyek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subyek untuk menginterpretasikan obyek tersebut.
2.   Inkuiri
Inkuiri adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis. Proses inkuiri dilakukan dalam beberapa langkah:
a.       Merumuskan masalah.
b.      Mengajukan hipotesis.
c.       Mengumpulkan data.
d.      Menguji hipnotis berdasarkan data yang ditemukan.
e.       Membuat kesimpulan.
3.   Tanya Jawab
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berfikir. Pertanyaan pendidik digunakan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara berpikir peserta didik, sedangkan pertanyaan peserta didik merupakan wujud keingintahuan.  
Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk :
a.       Menggali informasi dan kemampuan peserta didik dalam penguasaan materi pelajaran.
b.      Membangkitkan motvasi peserta didik untuk belajar.
c.       Merangsang keingintahuan peserta didik terhadap sesuatu.  
d.      Memfokuskan peserta didik pada suatu yang diinginkan.
e.       Membimbing peserta didik untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.  
4.    Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep Masyarakat Belajar (Learning Community) dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain. Dalam kelas CTL, asas ini dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar.
5.   Pemodelan (Modeling)
Yang dimaksud dengan asas pemodelan, adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap peserta didik. Misalnya pendidik memberikan contoh bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing dan lain sebagainya.
6.      Refleksi (Reflection)
 Yaitu melihat kembali atau merespon suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan.
7.      Penilaian Nyata (Authentic Assessment)
Prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan (pengetahuan, ketrampilan sikap) siswa secara nyata. Penekanan penilaian otentik adalah pada pembelajaran seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi di akhir periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa.


2.7  Kelemahan dan Kelebihan CTL

Dalam  metode CTL terdapat kelemahan dan kelebihan , yaitu :
1.  Kelebihan CTL (Contextual Teaching and Learning).
Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya peserta didik dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi peserta didik materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori peserta didik, sehingga tidak akan mudah dilupakan. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada peserta didik karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang peserta didik dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme peserta didik diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
2.  Kelemahan CTL (Contextual Teaching and Learning)
Pendidik lebih intensif dalam membimbing karena dalam metode CTL pendidik tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas pendidik adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi peserta didik. Peserta didik dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan pendidik adalah pembimbing peserta didik agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
Pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide – ide dan mengajak peserta didik agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi – strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya pendidik harus memberikan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap peserta didik agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang telah diterapkan sebelumnya.
2.8  Langkah- Langkah Pembelajaran CTL
Untuk mencapai tujuan kompetensi, pendidik menerapkan strategi pembelajaran sebagai berikut:
1.      Pendidik menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat  dari proses pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari
2.      Pendidik menjelaskan prosedur pembelajaran CTL.
3.      Peserta didik dibagi ke dalam kelompok-kelompok sesuai dengan jumlah peserta didik (tiap kelompok diberikan tugas yang sama).
4.      Peserta didik berdiskusi dengan kelompok masing-masing.
5.      Peserta didik mempresentasikan hasil diskusi.
6.      Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok lain.
7.      Dengan bantuan pendidik, peserta didik menyimpulkan hasil diskusi sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai.
8.      Penilaian.



BAB 3. KESIMPULAN

Metode pembelajaran yang dilakukan di program studi pendidikan sejarah sebaiknya menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan model PASA merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu mahasiswa untuk memahami makna materi ajar dengan menggunakan media gambar yang berkaitan terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga mahasiswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.

CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong mahasiswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.

Dalam Contextual teaching and learning (CTL) dengan model PASA diperlukan sebuah pendekatan yang lebih memberdayakan mahasiswa dengan harapan mahasiswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan dalam benak mereka, bukan menghafalkan fakta. Disamping itu mahasiswa belajar melalui mengalami bukan menghafal, mengingat pengetahuan bukan sebuah perangkat fakta dan konsep yang siap diterima akan tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi oleh mahasiswa.

Dengan rasional tersebut pengetahuan selalu berubah sesuai dengan perkembangan zaman.,anak dalam belajar dari mengalami sendiri, mengkonstruksi pengetahuan, kemudian memberi makna pada pengetahuan itu. Transfer belajar; anak harus tahu makna belajar dan menggunakan pengetahuan serta ketrampilan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Mahasiswa sebagai pembelajar; tugas dosen mengatur strategi belajar dan membantu menghubungkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru, kemudian memfasilitasi kegiatan belajar. Pentingnya lingkungan belajar; mahasiswa bekerja dan belajar secara di panggung dosen mengarahkan dari dekat. Komponen pembelajaran yang efektif meliputi:Konstruktivisme, konsep ini yang menuntut mahasiswa untuk menyusun dan membangun makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu.


DAFTAR PUSTAKA

Ausubel, D. (1963). The Psychology of Meaningful Verbal Learning. New York: Grune & Stratton.

Berns , Robert G. and Patricia M. Erickson oleh. (2001). Contextual teaching and learning: Preparing Students for the New Economy . Dalam Forum Vol. 5, No. 5. (Online).Tersedia: http://www.nccte.com www.nccte.com
Clifford, Matthew& Marica Wilson. (2000). Contextual Teaching,Professional Learning, And Student Experiences:Lessons Learned From Implementation. Dalam Forum Vol. 1, No. 2. (Online). Tersedia: www.cew.wisc.edu/teachnet
Chaedar, A. (2007), Terjemahan Contextual Teaching and Learning (CTL) Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna (Elaine B. Johnson). Bandung: Mizan Learning Center (MLC).
Depdiknas, Dirjen Dikdasmen, Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) –CTL, (2003) . Jakarta: Direktotar Pendidikan Menengah Umum
Djamarah, S. B. (1995). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:  PT. Rineka Cipta.
Glynn , Shawn M. and Anna K. Scott. (2003). Implementing Contextual Learning: Case Study of Sarah, a Middle School Science. Dalam Forum Vol. 3, No. 5. (Online).Tersedia:http://open.com/ebook/questioningskillincontextualteachinglearning-.html (March 30)
Hamalik, Umar (2006), Bahan Kajian Inovasi Pendidikan, Bandung, UPI
Hamalik, Umar. (1995). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Masnur, Muslich (2009).  KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan KOntekstual. Jakarta: Bumi Aksara.
Muchith, Saekhan. (2008).  Pembelajaran KOntekstual. Semarang: Rasail Media Grup.
Noor, Idris HM. (2001) Inovasi Pendidikan di Indonesia. [Online] Tersedia: (http://www.pdk.go.id/balitbang/Publikasi/Jurnal/No_026/sebuah_tinjauan_teoritis_Idris.htm)  [22 April 2008]
Nurhadi. (2002).  Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Jakarta: Depdiknas. Dirjen Dikdasmen. Direktorat PLP.
……….., (2004). Pembelajaran Kontekstual ( Contextual Teaching and Learning / CTL ) dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang (UM PRESS).
Riyanto, Yatim. (2009).  Paradigma  Baru Pembelajaran. Jakarta:Kencana Prenada Media Grup.
Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar proses pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media


Sagala. S. (2006) Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung: CV. Alfabeta.