MAKALAH
REFORMASI
PROTESTAN
(Disusun
Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Eropa)
Dosen Pengampu
Mata Kuliah :
Sri Handayani
Disusun oleh : Kelompok 3
Albar Imam Aziz (140210302071)
Anita
Fitriawati (140210302073)
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2015
DAFTAR
ISI
1.1 LATAR BELAKANG
Istilah Reformasi pada hakikatnya dikumandangkan
oleh orang-orang protestan yang menentang terhadap otoritas Gereja di bawah
pimpinan paus di berbagai wilayah Eropa. Pergolakan agama pada Abad XVI
mendorong timbulnya Lutheranisme, Calvinisme, Anglikanisme, dan sekte radikal,
merupakan gerakan pembaharuan di seluruh Eropa menentang Gereja Katolik
dan menghendaki kemurnian agama Nasrani. Berbicara dan membahas mengenai
masalah latar belakang Reformasi, pada hakikatnya bersumber pada otoritas
gereja yang sejak Abad X, telah memperoleh atau mendapat kritik masyarakat
mengenai penyalahgunaan otoritas dan mengatur keagamaan. Kaum humanis
mengingatkan melalui kritinya, bahwa Gereja dianggap gagal dalam mengajarkan
agama, berdo’a, dan tidak mencermikan pejabat-pejabat Gereja sebagai pengembang
agama. Kaum humanis, seperti Erasmus, mengajarkan agar para pejabat Gereja melakukan
Reformasi dalam tubuh Gereja. Penyalahgunaan
otoritas agama oleh pemimpin Gereja yang berlangsung selama beberapa abad itu,
mendorong terjadinya kemerosotan otoritasnya. Sekalipun Reformasi itu
menyangkut masalah Gereja, namun terdapat berbagai faktor yang mendorong
lahirnya Reformasi. Munculnya Reformasi Protestan membawa pengaruh besar
terhadap pembaharuan religius pada Negara– Negara di Eropa,
khususnya di Inggris, Perancis, Jerman dimana penyebaran Protestanisme menyebar
dengan cepat. Oleh karena itu penulis memilih judul Makalah Reformasi
Protestan.
Ø Banyaknya
penyimpangan keagamaan diantaranya yaitu:
Dilakukannya
penyogokan oleh pemuka agama kepada petinggi gereja agar mereka memperoleh
kedudukan sosial keagamaaan yang tinggi.
Paus sebagai
bapak suci berperilaku amoral yang menyangkut hubungannya dengan wanita seperti
Alexander VI yang memiliki 8 anak haram dari hasil hubungannya dengan wanita
simapannya.
Penjualan
surat-surat pengampunan dosa (indulgencies).
Adanya
penyimpangan terhadap acara sakramen suci atau ritus pemujaaan terhadap
benda-benda keramat atau tokoh-tokoh suci yang nantinya akan menimbulkan
takhayul dan mitologisasi yang tidak masuk akal, seperti para pastor yang
semata-mata merupakan manusia yang memiliki sifat yang sama dengan yang lainnya
menganggap dirinya keramat.
Ø Korupsi atas
nama negara
Ø Pajak-pajak
yang memberatkan karena ambisi kekuasaan kaum bangsawan local
Ø Kebangkitan nasionalisme di Eropa
Ø Perkembangan kapitalisme dan
krisis-krisis ekonomi dikawasan imperium Roma.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah Reformasi
Protestan itu?
2.
Bagaimana latar
belakang yang menyebabkan terjadinya Reformasi Protestan?
3.
Bagaimana jalannya
Reformasi Protestan?
1.3 TUJUAN
1.
Untuk mengetahui
seperti apa Reformasi Protestan itu
2.
Untuk mengetahui
latar belakang yang menjadi penyebab terjadinya Reformasi Protestan
3.
Untuk mengetahui
jalannya Reformasi Protestan
1.4 MANFAAT
Dengan mengetahui tentang sejarah
terjadinya Reformasi Protestan, pembaca dapat mengambil makna positif dari
sejarah tersebut tersebut. Makalah ini juga diharapkan mampu memberi wawasan
lebih luas lagi kepada pembaca mengenai peradaban barat klasik.
BAB 2.
PEMBAHASAN
2.1 Tokoh Tokoh Reformasi Protestan
Martin Luther (1483-1546)
Awal gerakan reformasi gereja Protestan terjadi di
jerman dengan tokoh utamanya Martin Luther. Mengapa terjadi di Jerman? Menurut
Burns dan Ralph dalam Suhelmi, Ahmad 2001:149-150. Ada beberapa faktor yakni:
(1) jerman yang sekitar abad XV-XVI masih merupakan negara agraris atau negara
yang masih terbelakang jika dibandingkan dengan negara-negara Eropa lainnya.
Sektor Industri perdagangan dan manafaktur belum berkembang seperti di Inggris
dan Italia. Dan Katolisisme yang konservatif paling kuat ada di Negara ini.
Penyembahan terhadap tokoh ataupun benda-benda keramat dianggap kepercayaan
yang wajib di yakini. Penjualan surat-surat pengampunan dosa paling banyak
dijual di Jerman melebihi negara-negara lainnya di Eropa. (2) rakyat Jerman
pada saat itu sebagian besar adalah masyarakat petani yang merupakan kelompok
sosial yang paling menderita akibat adanya kekuasaan gereja katolisisme.
Pajak-pajak yang memberatkan, urusan kepemilikan tanah yang dipersulit oleh
pihak gereja, harta kekayaan yang sering diambil oleh pihak geraja tanpa alasan
yang jelas.
Faktor-faktor tersebut belum berdampak serius untuk
munculnya gerakan reformasi, tetapi faktor fundamental yang memicu munculnya
gerakan reformasi adalah pada saat itu jerman berada dalam fase transisi
ekonomi, dimna jerman sedang berusaha berpindahdari masyarakat Feodal ke
masyarakat ekonomi frofit (menuju masyarkat kapitalis). Fase transisi ini ,
sebagaimana di negara-negara lain, merupakan fase kritis dan rawan.
Gerakan-gerakan sosial, keagamaan atau pun politik akan mudah terjadi hanya
karena dimu,ai oleh kerusuhan-kerusuhan kecil.
Dalam keadaan seperti itu, munculah sosok Martin
Luther yang mempelopori keharusan adanya pembaharuan keagamaan. Ia mencetuskan
gerakan Reformasi Protestan di Jerman dengan melakukan berbagai protes
sosial-keagamaaan kepada kekuasaan Paus. Melihat berbaga penyimpangan keagaman
di Negerinya (Jerman) ia bergerak untuk memprotesnya. Puncaknya ketika Paus
menjual susrat-surat pengampunan dosa di luar batas.
Gerakan Reformasi Luther dimulai ketika ai membacakan
99 pernyataan protes terhadap gereja dan lembaga kepeusan yang menjual
surat-surat pengampunan dosa itu. Martin Luther menilai penjualan surat-surat
itu bertentangan dengan ajaran Yesus Kristus. Pembelia surat-surat itu tidak
boleh dipaksakan, harus didasarkan atas kesukarelaan. Berbuat kebajikan seperti
memberi makan fakir miskin dan meminjamkan uang kepada yang membutuhkan jauh
lebih utama dari membeli surat-surat pengampunan dosa. Gereja atau pemuka agama
tidak memiliki hak memberikan pengampunan dosa. Hanya Tuhan, atas dasar
kepercayaan dan amal soleh individu, yang berhak memberikan pengampunan dosa.
Inilah yang dinamakan doktrin Justification by Faith.
Atas dasar keyakinannya pula Martin Luther menentang
doktrin sakramen suci gereja, pastor sebgai mediator antara manusia dengan
Tuhan, penyembahan benda dan tokoh keramat, karena menimbulkan
kepercayaan-kepercayaan yang tidak logis. Ia beranggapan bahwa, sakramen
hanyalah berguna untuk membantu keimanan tetapi sama sekali bukan alat untuk
mencapai rahmat Tuhan dan jalan keselamatan. Mitos keajaiban pastor
ditentamgnya karena akan mengakibatkan terjadinya manipulasi dan pembodohan
manusia.
Menurut Luther, apabila manusia ingin selamat ia harus
melakukan perbuatan-perbuatan baik yang dianjurkan tuhan, banyak bertobat
(langsung) kepada tuhan tanpa melalui pelantara pastor. Keselamatan bisa diraih
manusia apabila ia bisa mengenyahkan nafsunya, seperti nafsu serakah, nafsu
tamak dan mementingkan diri sendiri. Dalam tulisannya, ON Christian Liberty
(Suhelmi, Ahmad 2001:151), Luther menegaskan bila seorang memiliki keimana
pasti ia akan melakukan perbuatan-perbuatan baik.
Doktrin keimanan dan berbuat baik ini merupakan wacana
yang telah mendesakralisasi lembaga imamat. Doktrin-doktrin Martin Luther ini
meruntuhkan mitos-mitos kesucian yang berada dibalik kekuasaan gereja dan
lembaga-lembaga imamat. Luther beranggapan ia telah melakukan Debunking
(meminjam istil;ah peter berger), atau penelanjangan mitos-mitos sosial dan
keagamaan yang melekat pada individu atau lembaga, sehingga nampak sosoknya
yang asli.
Desakralisasi itu menimbulkan tuntutan agar manusia
dianggap sama dihadapan tuhan, sehingga tidaklah ada kelebihan pastor
dibandingkan dengan masyarakat biasa melainkan karena amal perbuatannya.dan
pengikut Luther pun menolak hirarki kependetaan.
Selain itu, Luther juga menolak tradisi keagamaan yang
sudah berlangsung ratusan tahun lamanya, yakni hak istimewa pastor dalam
membacakan dan menafsirkan kitab suci. Menurutnya siapa pun pengikut Kristus,
bukan hanya kaum pendeta saja, berhak membaca dan menafsirkan Alkitab. Alkitab
harus terbuka bagi semua orang agar isi kebenarannya diketahui semua orang,
tidak terbatas kaum pendeta saja. Sehingga tidak terjadi monopoli kebenaran
oleh segelintir pemuk agama. Dan protes ini berdampak luas, kebenaran agama
kemudian menjadi bersifat interpretable dan multi-interpretasi. Pastor dan
pemuka agama bukan satu-satunya penafsir kebenaran.
Dan dengan adanya protes tersebut, lebih jauh lagi
para pengikut Luther menterjemahkan Alkitab yang tadinya berbahasa Latin
menjadi bahasa Jerman, dan mengahpuskan bahasa latin sebagai bahasa Alkitab.
Dengan demikian bangsa Jermana akan secara langsung membaca dan menafsirkan
Alkitab.
Luther juga telah mengoyahkan sendi-sendi monastisisme
katolik yakni dengan menganjurkan perkawinan bagi para pastor. Karena ia
menyadari banyaknya tindakan tidak terpuji menyangkut hubungan dengan wanita
bagi para pastor. Perkawinan menurutnya bukanlah suatu dosadan merupakan
tuntutan biologis yang patut dipenuhi. Dan meneknkan bahwa perkawinan itu
penting. Tokoh Reformasi ini juga tidak setuju dengan prinsip monastisisme yang
menghendaki pastor hidup terpencil, jauh dari hiruk pikuk demi untuk menyucikan
diri. Kehidupan ekslusif seperti itu bukalah cara yang tepat untuk mensucikan
diri dan mencari jalan keselamatan. Kemudian Luther menawarkan gagasan worldly
ascetism (aksetisme duniawi).
Bukan hanya itu saja, Luther mengkritik dan menentang
doktrin politik gereja katolik Roma. Misalnya menentang doktrin kekuasaan
universal Paus, menurutnya kekuasaan paus tidak universal karena paus juga
harus mengakui kekuasan para pangeran atau penguasa sekuler suatu negra
memiliki prinsip-prinsip kenegaraan yang berdasarkan nasionalisme. Ia juga
menuntut dibedakannya otoritas politik dan otoritas agama, paus dituntut agar
mematuhi dan mangakui otoritas politik penguasa negra dan tidak
mencampur-adukannya dengan otoritas agama. Karena gagasannya itu, Luther
memperoleh dukungan politis dari kalangan penguasa dan bangsawan.
Tuntutan-tuntutan Martin Luther ini terdapat dalam 95 dalil Luther yang ia
pakukan atau tancapkan di pintu gereja sebagai tanda protesnya.
Johannes
calvin (1509-1564)
John Calvin merupakan tokoh penting lainnya dalam
gerakan reformasi gereja Protestan. Sebagaimana Luther, Calvin juga telah
meletakan dasar-dasar teologis, filosofis dan intelektual yang kokoh bagi
keberhasilan gerakan reformasi Protestan di Eropa. Bedanya adalah pemikiran
Calvin lebih radikal di bandingkan Luther. Luther dianggap agak konservatif.
Calvinisme sangat berpengaruh terhadap perjalanan sejarah Erop modern. Ia
merupakan salah satu fondasi doktrinal terpenting kemajuan peradaban kapitalis
Eropa di Abad modern.
Tokoh gerakan ini lahir di Noyon, Picardy, Prancis,
1509. Calvin belajar di Universitas Paris dan mendalami kajian hukum di Orlens,
tempat dimana ia maat dipengaruhi oleh para pengikut Luther. Kemudian pada
tahun 1541 ia mulai aktif sebagai penginjil.
Pemikiran Celvin yang kemudian menjadi basis teologis
terpenting Protestantisme adalah adanya gagasan tentang takdir
(predestination). Takdir manusia menurut Calvin telah ditentukan oleh Tuhan.
Siapa pun tidak bisa mengubahnya, bahkan pastor sekalipun. Manusia yang selamat
atau celaka di dunia mana pun di akhirat kelak memang telah ditulis nasibnya
demikian. Nasib manusia sepenuhnya ditentukan oleh ibadah dan Tuhan. Ia tidak
lebih hanya wayang dalam kehidupannya di dunia ini dan tuhanlah yang menjadi
dalangnya.
Doktrin Calvin ini memiliki kesamaan dengan konsep
takdir Agustinus yang memiliki dasar bahwa semua manusia berdosa akibat
kejatuhan dan dosa adam. Jadi dalam Calvinisme dibenarkan adanya ”dosa
warisan”. Menurut doktrin ini semua manusia telah terkutuk semenjak dilahirkan,
namun menurutnya manusia bisa selamat seandainya ia memperoleh rahmat Tuhan
(Grace of God). Untuk itu manusia dituntut untuk selalu berbuat amal kebajikan,
hidup mulia demi keagungan Tuhan.
Manusia juga harus melawan hawa nafsunya, tetapi
caranya bukan dengan menjadi biarawan atau biarawati, tetapi ujian keselamatan
menurut Calvin selalu ada dalam aktivitas sehari-hari, maka manusia harus
selalu dituntut memiliki kemampuan untuk menghadapi ujian hidup setiap saat.
Hal ini ia rumuskan dalam ajaran tentang asetisme duniawi
(Suhelmi,2001:157-158).
Seperti halnya Luther, Calvin pun anti sakramen suci.
Doktrin anti sakramen Calvin menurut Weber dalam Suhelmi,2001:158 lebih jauh
memperkuat semangat individualisme. Manusia bisa langsung berhadapan dengan
tuhan tanpa pelantaraaan gereja ataupun pemuka agama.
Sehingga dari beberapa ajaran Calvin maupun Luther
terdapat beberapa persamaan terutama tentang doktrin asketisme duniawi, anti
sakramen suci dan monastisisme. Hal itu menunjukan bahwa pengaruh Luther sangat
besar terhadap ajaran Calvin.
2.2 Proses Terjadinya Reformasi
Renaisans telah merevitalisasi kehidupan intelektual
eropa dan dalam perjalananya membuang ke asyikan abad pertengahan dengan
teologi. Demikian pula, reformasi menandai permulaan suatu cara pandang
religius yang baru. Akan tetapi reformasi protestan, tidak berasal di dalam
lingkaran elit sarjana humanistik. Lebih tepatnya, ia di cetuskan oleh Marthin
Luther (1483-1546), seorang biarawan Jerman yang dikenal dan teolog yang
brilian. Luther memulai suatu pemberontakan melawan otoritas gereja yang kurang
dalam satu dasawarsa mencerai beraikan tanpa terpulihkan kesatuan religius
dunia Kristen. Dimulai pada 1517, reformasi mendominasi sejarah Eropa selama
sebagian besar abad ke enam belas. Gereja Katolik Roma berpusat di Roma adalah
suatu lembaga di Eropa yang melampaui batas nasional,geografis ,teknis dan
bahasa. Pada abad ke empat belas,sewaktu para raja meningkatkan kekuasaan
mereka dan sewaktu pusat pusat perkotaan dengan orang awamnya yang
canggih semakin banyak jumlahnya, rakyat mulai mempertanyakan otoritas gereja
internasional dan kaum pendetanya. Para teoritisi politis menolak klaim paus
atas supremasi terhadap para raja.Mereka mengatakan bahwa paus tidak mempunyai
otoritas terhadap raja, sehingga Negara tidak membutuhkan bimbingan dari
kepausan, dan bahwa kaum pendeta tidak berada di atas hokum sekuler. Selama
akhir abad keempat belas, dunia Kristen menyaksikan serangan
– serangan sistematik pertama yang pernah dilancarkan terhadap
gereja. Kebobrokan gereja seperti penjualan surat pengampunan dosa, nepotisme (
praktik pengangkatan kerabat untuk menjadi pejabat), pemilikan tanah oleh
keuskupan, dan pemuasan hawa nafsu
Awal terjadinya reformasi gereja ini
muncul atau terjadi di Jerman. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya
reformasi gereja di Jerman yaitu, sekitar abad 15-16 Jerman masih merupakan
negara agraris yang terbelakang dibandingkan negara-negara Eropa lainnya,
kuatnya pengaruh katolisme yang bersifat konservatif di Jerman, banyaknya
penjualan surat-surat pengampunan dosa di Jerman melebihi negara-negara Eropa
lainnya, sebagian besar rakyat Jerman yang berprofersi sebagai petani yang
merupakan kelompok sosial yang paling menderita akibat kekuasaan katolisme salh
satunya dengan adanya pajak-pajak yang sangat memberatkan rakyat.
Selain itu juga faktor yang paling
mendasari terjadinya reformasi di Jerman adanya fase transisi ekonomi di Jerman
dimana pada waktu itu terjadi proses perubahan dari masyarakat feodal menuju
masyarakat ekonomi profit atau menuju masyarakat kapitalis. Dari sinilah muncul
satu tokoh yaitu Marthin Luther yang dari pemikiran-pemikirannya itu kemudian
terlahir sebuah reformasi gereja yang nantnya tidak hanya berkembang di Jerman
melainkan meluas ke wilayah-wilayah Eropa lainnya.
Adapun pemikiran-pemikiran dari Marthin
Luther dalam melakukan protes terhadap kekuasaan Gereja Khatolik Roma yaitu:
Penolakan
Luther terhadap surat-surat pengampunan doa yang dikeluarkan oleh Paus karena
menurutnya gereja atau pemuka agama tidak memiliki hak untuk memberikan
pengampunan dosa. Tuhan-lah yang memberikan pengampunan itu didasarkan kepada
kepercayaan dan amal sholeh individu selama hidup.
Menurut
Luther sakramen hanya digunakan untuk membantu keimanan tetapi bukan sama
sekali alat untuk mencapai rahmat Tuhan dan jalan keselamatan.
2.3 Faktor Penyebab Reformasi Protestan
Ada sekurang-kurangnya empat faktor munculnya Reformasi Protestantisme.
Alasan-alasan itu sangat kompleks dan oleh karena itu tidak dapat
disederhanakan, misalnya hanya menyangkut kebejatan moral kepausan.
Faktor pertama yang mungkin bagi munculnya Reformasi Protestantisme
adalah nasionalisme dan bangkitnya negara-negara nasional. Contoh yang paling
mencolok adalah benturan frontal yang tidak terelakkan antara Paus Bonifatius VIII
dan Raja Philips. Yang dimaksudkan dengan nasionalisme di sini adalah
tumbuhnya kesadaran sebagai nasion dari sejumlah bangsa (yang berarti
negara-negara) di benua Eropa.
Faktor kedua yang mungkin adalah ketidakpuasan dan kekacauan di bidang ekonomi.
Pada kurun waktu Reformasi, penghuni Eropa berjumlah sekitar 65 hingga 80 juta
jiwa. Sistem ekonomi yang berlaku adalah “kapitalisme”. Kelas borjuis, yang
sering dianggap sebagai pelaku ekonomi kapitalis, berkembang di kota-kota.
Mereka ini tetap memegang peranan ekonomis sejak abad-abad terakhir Zaman
Pertengahan. Teknologi baru di bidang pertambangan, perkapalan dan percetakan
menyegarkan ekonomi. Tetapi tatanan perekonomian yang demikian menimbulkan
sejumlah ketidakpuasan sekaligus kesenjangan dalam masyarakat pada umumnya.
Para bangsawan (rendahan) semakin tidak mempunyai tempat dalam masyarakat yang
mengalami erosi feodalisme. Sementara itu, kebanyakan orang tetap tinggal buta
huruf. Para petani, khususnya di Jerman, adalah kelompok yang diperalat dan
yang mencari perbaikan hidup melalui ekonomi uang. Kedua kelompok (bangsawan
rendahan dan kaum tani) ini sangat rentan terhadap tendensi revolusioner.
Kedua-duanya juga berperan bagi lajunya Reformasi Lutheran dan munculnya
tradisi Anabaptis.
Faktor ketiga yang mungkin adalah kelemahan kepausan. Ada sinyalemen yang
memperlihatkan bahwa sejak 1300, suksesi dalam rangka kepausan mencapai ambang
kejenuhan. Sejumlah peristiwa membuktikan sinyalemen tersebut, misalnya Masa
Kepausan di Avignon, 1305-1377; Skisma Besar Gereja Barat, ketika dalam kurun
waktu yang sama Gereja dipimpin oleh 3 (tiga) paus secara serentak, 1378-1417;
Konsiliarisme, 1409-1460; Gagasan-gagasan para Reformator yang sangat berjasa,
seperti Wycliffe dan Huss; para Paus yang berpola hidup borjuis. Selain itu
Kepusan membiarkan lewat begitu saja reformatio in capite et membris (pembaruan
dalam diri pimpinan dan anggota Gereja), yang sudah diserukan agar dilaksanakan
(seruan Konsili Konstanz, 1414-1417). Lebih buruk lagi adalah kualitas dan
moral para prelat dan hierarki dalam tata pemerintahan Kuria Roma, kemewahan
dan nepotisme (misalnya beberapa saudara dekat dari paus, kendati masih sangat
muda dijadikan kardinal. Paus Sixtus IV mengangkat 6 (enam) saudara dekatnya untuk
dijadikan kardinal, di antaranya Kardinal Petrus Riario yang mati karena tidak
mengontrol diri dalam makan, minum, dan nafsu syahwatnya. Usianya hanya 28
tahun. Innocentius VIII sebelum dipilih jadi paus sudah mempunyai sejumlah anak
haram yang diketahui umum).
Tentu saja, borok dan kebusukan para pemimpin Gereja tidak dapat disangkal.
Situasi semacam ini de facto menyuburkan sikap berontak Irrhadap lembaga
Gereja yang dipimpin orang-orang yang tidak becus dan bermoral bejat, dll. Upaya
mereformasi Gereja sebenarnya hendak mengangkat pembaruan dalam Gereja yang
tidak saja menyangkut adat kebiasaan (luaran), tetapi juga dan terutama dalam
dogma serta struktur gerejawi. Bagi Luther, dosa para rohaniwan adalah
mengkhianati kebenaran. Singkatnya, Luther tidak menuntut hukuman atas
kebejatan moral dan penyalahgunaan, melainkan substansi dan doktrin kepausan
yang menurutnya tidak benar.
Faktor keempat yang mungkin adalah keadaan Gereja Roma yang
sangat memprihatinkan. Sejumlah paus yang tidak layak dibanggakan sama sekali,
misalnya Alexander VI. Dosa Gereja Roma yang teramat besar adalah kerakusannya.
Tidaklah sulit percaya, bahwa orang Jerman berpikir tentang pajak (kepausan)
itu diperuntukkan terutama demi memIayani gaya hidup para uskup gerejawi.
Selain itu, para imam bawahan berpenghasilan sangat rendah, pendidikan mereka
pun ala kadarnya, longgarnya penghayatan selibat, dan praktis mereka ini
digolongkan dalam status sosial yang rendah sebagaimana rakyat kebanyakan.
Sementara itu, para bangsawan dan pangeran gerejawi tersebut membawahi sejumlah
Gereja (dan urusan administrasi keuangan), tetapi mereka ini lebih sering
absen. Revitaliasasi hidup membiara merupakan bagian yang signifikan dari
Reformasi Katolik.
2.4 Dampak Reformasi Gereja
Dampak dari adanya Gerakan Reformasi
Protestan dibawah Luther dan Calvin adalah: pertama, dampak sosial dan
politikterhadap Eropa dan negara-negara Barat pada umumnya. Reformasi ini
menimbulkan Western Christendom sehingga munculnya negara-negara nasional kecil
tanpa memiliki pusat kekuasaan atau gembala politik seperti lembaga Kepausan
Roma. Menumbuhkan benih-benih demokratisasi politik, kesadaran individual akan
pentingnya hak-hak politik, kebebasan individu. Sehingga menjadi dasar
timbulnya gerakan-gerakan demokratisasi yang dan anti kekuasaan totaliter dan
keberanian rakyat untuk selalu melakukan kontrol terhadap kekuasaan.
Tetapi dengan adanya gerakan
reformasi Protestan ini juga lahirnya kekuasaan absolut di Eropa. Banyaknya
pertikaian antara Calvinisme dengan katolik, peperangan saudara dan
penghancuran karya-karya seni, patung, lukisan yang berbau katolisisme.
Reformasi juga haris bertanggung jawab atas terjadinya pembantaian massal dalam
peristiwa berdarah pada malam St. Bartholomeus. Di Belanda pun terjadi
pemberontakan petani yang menolak membayar pajak dan akhirnya oleh pangeran
Philip mereka semua dibantai. Dan pengikut Protestan dianggap pengkhianat dan
selama enam tahun terjadi teror dan pembunuhan terhadap kaum protestan.
Kedua, Reformasi
juga mengakibatkan terbelahnya agama Kristen menjadi sekte-sekte kecil;
Lutherisme, Calvinisme, Anglicanisme, Quakerisme, Katholikisme. Meskipun
ditunjau dari segi doktrin-doktrin fundamentalnya sekte-sekte itu tidak
memiliki prinsip yang berbeda, tetapi timbulnya hal tersebut menyebabkan
keretakan serius dalam agama kristen. Akibat adanya sekte-sekte ini, Eropa
terbelah secara keagamaan; Jerman Utara dan negara-negara Skandinavia (Swedia
dan Norwegia), menganut Lutheranisme; Skotlandia, Belanda, Switzerland dan
Prancis menganut Calvinisme dan negara-negara Eropa lainnya seperti Spanyol dan
Italia menganut katolisisme (Ortodoks).
BAB3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada akhirnya kita dapat kita
dapat menarik kesimpulan bahwa Reformasi Agama di Eropa telah membawa perubahan
di bidang keduniawaian, namun pada sisi teologis akan tetap menyisakan
persoalan. Kedua kekuatan antara Katolik dan Protestan itu masing-masing kukuh
pada pendiriannya masing-masing. Pertarungan ini tidak dapat diselesaikan
melalui kalim kebenaran, melainkan oleh kekuasaan. Sejarah Barat maupun Timur
telah membuktikan bahwa kebenaran yang dipaksakan dari penguasa di dalam bidang
agama maupun politik akan cenderung ditolak, dan inilah pengalaman yang dituai
oleh Gereja Katolik Roma.
3.2 Saran
Melalui makalah ini diharapkan kita
sebagai calon tenaga pendidik dapat menyampaikan materi mengenai Reformasi
Protestan yang begitu rumit dapat disampaikan denganlebih rapi,singkat dan
menarik.
DAFTAR PUSTAKA
Bauer, Wise Susan.
2010.Sejarah Dunia Kuno: Dari
Cerita-Cerita Tertua Sampai Jatuhnya Roma. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Winarni, Retno. 2013. Sejarah Barat I: Dari Zaman Klasik Sampai
Abad Pertengahan. Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta.
Sundoro, Mohamad Hadi.
2006. Sejarah Peradaban Barat Klasik.
Jember: UPT Penerbitan.
www.biokristi.sabda.org/martin_luther_1483_1546
Pemikiran politik barat, Ahmad Suhelmi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
www.info.indotoplist.com
Pemikiran politik barat, Ahmad Suhelmi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
www.info.indotoplist.com
https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Yunani-Persia [dikutip tanggal 8 September 2015].fkip.sejarah.unej.ac.idfkip.sejarah.unej.ac.id

